Rabu, 13 Desember 2017

Ketika Metta Memilih


Hendry Filcozwei Jan *
Dear Diary,
Metta lagi sedih nih... Metta sayang banget sama Andreas, kami sudah setahun pacaran. Dia baik, sayang sama Metta, perhatian, jarang marah,... Pokoknya dia baik deh.

Ini pacar Metta yang pertama, maunya juga yang terakhir. Tapi itu tidak mudah. Andreas dan Metta berbeda keyakinan. Andreas ketua muda-mudi di gereja-nya. Metta aktif di seksi perpustakaan Pemuda Vihara Vimala Dharma (PVVD).

Cerita perkenalan kami mirip kisah di sinetron! Dia yang menyenggol Metta saat Metta sedang belanja di swalayan. Botol shampo dan BlackBerry yang Metta pegang terjatuh. Metta marah besar. Dia berkali-kali minta maaf dan berjanji akan mengganti semua kerusakan BlackBerry Metta. “Saya lagi buru-buru, saya tak bawa uang banyak, ini Rp 100.000 panjar ganti ruginya. Bawa saja ke tempat service, nanti biayanya saya ganti,” katanya sungguh-sungguh. Dia memberikan nomor ponsel dan alamatnya. Dari SMS-an, lalu BBM-an, akhirnya baru tau kalau kami satu kampus, cuma beda fakultas. Kami jadi makin akrab dan akhirnya Andreas nembak Metta dan Metta terima. 

Beberapa kali Andreas bertanya, “Apakah Metta bersedia pindah agama agar kita nanti bisa bersatu?”
Batin Metta bergejolak, pindah rasanya tidak mungkin. Keluarga besar Metta sebagian besar Buddhis, Metta aktif di kegiatan PVVD. Andreas pun mengatakan ia tidak mungkin pindah. Tak tau bagaimana akhir hubungan kami. 

Kami sama-sama “keras kepala” (tak ada yang mau “mengalah” untuk urusan agama, tapi juga tak ada yang berani mengambil keputusan untuk berpisah karena sudah terlanjur sayang).
Apakah sebaiknya kami menikah tapi tetap menjalankan keyakinan masing-masing? Apakah ini solusi yang terbaik???
Entahlah...

Diary, sudah dulu ya? Besok setelah pujabakti, Metta akan ke rumah Anita, sahabat baik Metta di Taman Kopo Indah 3. Anita besok tidak ikut pujabakti karena harus bantu-bantu perayaan ultah keponakannya. Sorenya kami akan pesta rujak. Metta dapat tugas belanja buah-buahan di Superindo, swalayan di dekat gerbang Taman Kopo Indah 1.
* * * * * * * * * * *
Saat membayar belanjaan di kasir, Metta bertemu Ko Jason, umat Vihara Vimala Dharma juga. Ia mantan ketua PVVD.
Lho... kok belanja jauh-jauh ke sini. Bukannya Metta kost di sekitar kampus?” tanya Ko Jason.
“Mau main ke rumah Anita di TKI 3 Ko,” jawabku.
“Tadi naik apa ke sini, trus mau naik apa ke sana?”
“Tadi dari vihara naik angkot, nanti ke rumah Anita mau naik becak Ko.”
“Naik becak? Cewek cakep naik becak sendirian, entar diculik lho.... Ko Jason antar pakai motor saja ya? Tapi sebelumnya mampir dulu ke rumah Ci Ling-Ling di TKI 2. Ini Ko Jason mau kasih biskuit dan minuman untuk dua keponakan Ko Jason. Setelah itu baru Ko Jason antar Metta ke rumah Anita. Gimana?”
Aku diam sejenak. “Boleh deh... Waktunya masih agak lama, jadi nggak buru-buru,” aku menerima tawaran Ko Jason.
“Oh ya, Ci Ling-Ling punya cukup banyak buku yang sudah tak terpakai. Katanya minta diberesin dan disumbangkan ke perpustakaan vihara. Kalau tidak merepotkan, Metta bantu seleksi ya, mana yang layak untuk perpustakaan dan mana yang tidak layak. Nanti yang sudah terpilih Ko Jason yang antar ke vihara minggu depan... Mau ya bantu seleksi?”
“Wah... anumodana atas sumbangannya. Oke, nanti Metta bantu seleksi bukunya” jawab Metta riang.
* * * * * * * * * * *
“Permisi...” Ko Jason berteriak di depan rumah cicinya. “Seorang wanita paruh baya membuka pintu rumah lalu bergegas membuka pintu pagar. “Oh... Nak Jason. Ibu dan Bapak tidak ada di rumah. Tadi ke sini cuma antar pulang Visakha dan Jonathan, lalu Ibu dan Bapak pergi lagi,” kata pembantu tersebut.

“Ya Bik. Memang saya cuma janjian sama Visakha dan Jonathan” jawab Ko Jason. “Metta, mari masuk” kata Ko Jason. Dua anak muncul di pintu rumah, keduanya menyapa. “Ciu-ciu** Jason, Namo Buddhaya...” sapa anak perempuan kecil itu sambil beranjali. “Ciu-ciu, Mama  dan Papa barusan pergi...” kata anak laki-laki yang lebih besar. “Oh ya... Nggak apa-apa kok. Ciu-ciu cuma pengen ketemu Visakha dan Jason kok,” jawab Ko Jason
“Cici, ayo masuk!” sapa mereka bersamaan.

Ko Jason menyerahkan kantong kresek berisi biskuit dan minuman kepada kedua keponakannya tersebut, lalu mengajak Metta ke belakang. “Kita ke gudang yuk!” kata Ko Jason. ”Bukunya sudah disiapkan kok.” Metta mengikuti langkah Ko Jason ke belakang.

Metta dan Ko Jason melewati ruang tengah,  Metta melihat ada dua altar di sana. Sebuah altar dengan Buddharupang dan sebuah altar lagi dengan patung Bunda Maria. Kok begini ya, batin Metta.

* * * * * * * * * * *

Ada dua tumpuk buku di depan pintu gudang. Ko Jason memandang Metta dengan tatapan agak aneh. “Kamu kenapa Metta? Kok mukanya seperti orang bingung?” tanya Ko Jason. “Ah... nggak,” jawab Metta. “Kok kelihatannya nggak seceria tadi?” tanya Ko Jason lagi. “Ehm... boleh Metta tanya? Tapi maaf ya kalau dianggap lancang” Metta memberanikan diri. “Oh... nggak apa, silakan saja,” jawab Ko Jason.
“Jonathan itu saudara sepupu Visakha?”
“Bukan. Jonathan itu kakak kandung Visakha. Emang kenapa?”
 “Nggak apa sih. Metta pernah lihat Visakha di Taman Putra Vidyasagara. Tapi kok nggak pernah lihat Jonathan?”
“Oh... itu. Jonathan sekolah Minggu-nya di gereja. Mereka berbeda keyakinan. Ci Ling-Ling Buddhis, suaminya Ko Christian beragama Katholik. Meski berbeda keyakinan, mereka rukun-rukun saja. Kalau Minggu, Ko Christian mengantar Ci Ling-Ling dan Visakha ke vihara, lalu Ko Christian dan Jonathan ke gereja. Selesai kebaktian, Ko Christian dan Jonathan menjemput Ci Ling-Ling dan Visakha di vihara lalu mereka jalan-jalan menikmati hari Minggu,” kata Ko Jason dengan santainya. “Metta bisa lihat sendiri ‘kan, tadi di ruang tengah ada dua altar,” sambung Ko Jason.
Metta menggangguk perlahan.

* * * * * * * * * * *

Dear Diary,
Hari ini Metta lega. Pertemuan Metta dengan Ko Jason tadi siang memberi pencerahan. Apalagi dapat pinjaman buku “10 Tahun Melangkah Bersama” dari Ko Jason. Penjelasan Bhante Uttamo tentang pernikahan dari sisi Buddhis  membuat Metta yakin, berpisah alias putus (meski pasti akan sangat menyakitkan) merupakan jalan terbaik bagi kami berdua. Metta tidak ingin keluarga Metta kelak seperti keluarga Ci Ling-Ling. 

Secara teori, satu keyakinan tentu lebih mudah mencapai kebahagiaan. Metta susah membayangkan satu keluarga, tinggal seatap tapi berbeda prinsip. Ada anak yang agamanya ikut Papa, ada anak yang agamanya ikut Mama. Kalau hanya punya satu anak?

Memikirkannya saja sudah memusingkan, apalagi menjalaninya. Diary, hari-hari ke depan pasti lebih berat karena Metta putuskan akan berpisah secara baik-baik dengan Andreas. Tapi Diary mau ‘kan tetap mendengar curhat Metta? Met malam Diary...   

* suami Linda Muditavati, ayah 2 putra: Anathapindika Dravichi Jan (Dhika) dan Revata Dracozwei Jan (Ray), pengelola blog www.vihara.blogspot.com dan www.rekor.blogspot.com tinggal di Bandung.
** Ciu-ciu adalah paman (dari pihak ibu) dalam bahasa Tionghoa/ Mandarin.

Pernah dimuat di BVD No. 158/BVD/Juni-Juli 2014 halaman 26-29

Catatan:
Buku “10 Tahun Melangkah Bersama” adalah buku yang penulis buat saat merayakan ultah ke-10 pernikahan kami.

Cerpen ini dikutip dari buku kumpulan cerpen Buddhis "Ketika Metta Memilih" yang berisi 10 cerpen Buddhis karya Hendry Filcozwei Jan, terbitan Ehipassiko Foundation (Okt 2014).  Cerpen ini dapat dimuat di sini setelah dapat izin langsung dari Handaka Vijjānanda (Ehipassiko Foundation).

Senin, 30 Oktober 2017

Ortu Tak Setuju

Pertanyaan dari seseorang yang tidak ingin disebutkan namanya (sebuat saja A).
 
Romo, saya sudah berpacaran sekitar 1 tahun. Semua berjalan baik. Kami merasa ada banyak kesamaan (ngobrolnya nyambung). 

Yang jadi kendala utama adalah kami beda keyakinan. Kami berdua sangat toleran (perbedaan keyakinan tidak menimbulkan percikan permasalahan). Hanya saja, kedua orangtua kami tidak bisa menerima hal ini. Kami berdua saling cinta dan merasa cocok, namun tidak ada yang mau pindah keyakinan. 

Kami ingin nikah dengan cara, salah satu dari kami “mengalah” saat menjalani prosedur pernikahan, tapi dalam rumah tangga nanti, kami tetap jalani keyakinan masing-masing. 

Saya sejujurnya juga agak ragu dengan pilihan ini, tapi mungkin ini solusi “terbaik”? Apa saran Romo Jayana untuk kasus kami ini? Mohon nasihatnya. Anumodana Romo…


Jawaban Romo Jayana:

Terima kasih atas pertanyaan Anda. 

Dalam agama Buddha hidup berumah tangga merupakan pilihan hidup dan hanya satu kali seumur hidup, oleh karena itu untuk memilih pasangan hidup yang serasi, seia sekata harus memiliki satu kayakinan atau satu agama, setara dalam sila, setara dalam kemurahan hati dan setara dalam kebijaksanaan pengertian. 

Untuk mencari atau memperoleh pasangan hidup yang setara tidak mudah, maka jangan terburu-buru memilih pasangan hidup, apalagi kalau orangtua tidak merestui, ini yang harus dihindari, maka sebaiknya harap ditinjau kembali dalam memilih pasangan hidup. 
 
Kita dalam menjalankan kehidupan sebagai suami istri tidak boleh berpura-pura, atau tidak tulus, hal tersebut bisa mengakibatkan hubungan suami istri yang tidak baik. Demikian semoga bermanfaat.

Minggu, 15 Oktober 2017

Perayaan Asadha di TP Vidyasagara


Anak-anak TP Vidyasagara, Bandung foto bersama Kakak Pembina usai perayaan Hari Asadha (Minggu, 9 Juli 2017)
 
Minggu, 9 Juli 2017 Anak-anak TP Vidyasagara (Vihara Vimala Dharma, Bandung) merayakan Asadha. Acaranya nonton video tentang sejarah Asadha, kuis seputar Asadha, kekompakan (anak-anak sekelompok harus bisa berdiri di kertas koran yang terus dilipat, dan kuis menebak gambar. 

Setelah kegiatan selesai, seperti biasa, anak-anak menikmati makanan/snack yang disediakan.



Kok anak-anak TP Vidyasagara dan Kakak Pembina terlihat lebih sedikit daripada biasanya ya? Ssst...itu bukan karena anak-anak atau Kakak Pembina-nya malas lho. Sebagian anak dan Kakak Pembina sedang mengikuti Sarasehan GABI XV di Karawang.

Walaupun lebih sepi, perayaan TP Vidyasagara tetap seru kok. Kamu (anak-anak Bandung, dari belum sekolah sampai SMA) belum pernah ikut Sekolah Minggu Buddhis (SMB)? Datang saja ke Vihara Vimala Dharma. Kita belajar Dharma dengan cara yang asyik, dan tentu saja banyak teman di sini. Ayo ke vihara... (Filly S. & Ria E.) 

NB: Ingin tau jadwal SMB di Vihara Vimala Dharma? Klik saja: TP Vidyasagara

Kamis, 12 Oktober 2017

Galeri Foto Kegiatan SMB kiriman Litar Suryadi 01























Anak-anak TP Vidyasagara (Vihara Vimala Dharma, Bandung) berfoto bersama setelah perayaan Kathina (Minggu, 8 Okt 2017)